Dormitory again
Kali ini kita akan bicara tentang banyak hal, khususnya karena ini blogku, aku akan menceritakan tentang ceritaku, tentang diriku, tentang hal-hal hebat di sekitarku, tentang semua hal yang sebenarnya ada dalam pikiranku.
Aku pernah mengalami masa-masa di asrama. Mungkin mudah bagi kalian bersikap menjadi diri sendiri di sekolah, toh mereka hanya melihatmu beberapa jam. Berbeda denganku, 90% waktuku dihabiskan bersama teman selama di asrama. Kadang aku ingin waktu sendiri, kadang aku ingin menjadi diriku sendiri, tapi tidak bisa seperti itu.
Aku termasuk seseorang yang suka menulis dan mencurahkan ide. Ada banyak ide yang terngiang di kepalaku, tapi tak semuanya bisa diungkapkan. Aku juga seseorang yang lembut, aku tidak ingin orang disekitarku terluka, aku pun mudah terluka, aku lebih suka berfikir dari pada berbicara, menari daripada bernyanyi, tersenyum dibanding tertawa, memeluk dibanding merangkul, berselca dan mempercantik diri. Dan yang paling penting, teguh pendirian.
Tapi ada banyak sekali yang terjadi. Aku lebih banyak menghabiskan waktuku dengan buku dan juga pergi sekolah saat sepi, aku lebih memilih bangun jam 3 pagi untuk mandi dan jam 9 malam untuk tidur, dan meninggalkan segala kegiatan di siang hari untuk diriku sendiri, tapi itu membuatku menjadi seseorang yang sepi, aku bisa bersosialisasi, karena aku suka tersenyum, tapi orang-orang tidak benar-benar menyadari adanya diriku, atau sebut saja tak ada orang yang benar-benar dekat denganku.
Aku sadar dengan sikapku yang terlalu fanatik terhadap apa yang aku prinsipku, aku terlalu fanatik terhadap apa yang aku lakukan. Aku terlalu bangga dengan diriku sendiri, hingga aku lupa yang lain pun punya prinsip sendiri. Akhirnya Alhamdulillah, aku menemukan teman-teman yang baik. Mereka tidak banyak menentang prinsip masing-masing, kami menyampaikan prinsip kami, kami berbeda ataupun sama, itu tak masalah, walaupun ada beberapa permasalahan, tapi yang paling penting bagi kami adalah bertahan hidup.
Meskipun kami berbeda, kami tetap bersatu, setidaknya kami berusaha bertahan hidup. Kami membangun sebuah Pyramid, yang kuat dan tak goyah, bahkan sampai sekarang, untuk mempertahankan prinsip kami masing-masing.
Tapi bukan itu intinya, selama di asrama aku bertahan hidup dengan cara yang melawan prinsipku satu persatu. Dimulai dengan melanggar aturan, karena tiap orang pasti pernah melanggar satu aturan selama dia asrama, maka aku bertahan hidup dengan melakukan itu. Lalu aku menjadi seseorang yang tidak lembut maupun feminim lagi, untuk melindungi orang di sekitarku dan untuk melindungi diri sendiri. Lalu aku juga menjadi seseorang yang lebih aktiv, untuk menampakkan diri di lingkungan, setidaknya agar mereka menerimaku.
Aku berbeda, aku tahu. Tapi aku mempelajari satu hal selama di asrama, "Kepedulian adalah salah satu kunci dakwah, melihat dari sudut pandang lain, mencoba hal baru mencoba merangkul, adalah hal yang lebih indah dan damai,"
Mengapa bisa? karena tidak akan pernah ada yang bisa menghancurkan batu kalau air tak menyentuhnya, perlahan setelah mereka percaya, akan lebih mudah bagimu untuk mengajak mereka pada kebaikan, dengan toleransi dan keteguhan hati , bukan fanatik.
Banyak yang aku pelajari, banyak yang orang-orang biasa lakukan, tapi aku harus bisa mengolah semuanya dalam otak dan pikiran tanpa keliru dalam penggunaannya. Semua informasi tersimpan dalam diriku, dan semuanya kugunakan sebagai alat berkomunikasi, sebagai senjata, atau sebagai tameng. Dimana otakku memasukkan semua informasi, hatiku menjaga keteguhannya, dan ragaku yang memilih yang terbaik.
Karena selalu ada yang harus dikorbankan, maka aku korbankan prinsipku kali ini menjadikannya prinsip baru yang membawaku pada tujuan yang sama.
Aku pernah mengalami masa-masa di asrama. Mungkin mudah bagi kalian bersikap menjadi diri sendiri di sekolah, toh mereka hanya melihatmu beberapa jam. Berbeda denganku, 90% waktuku dihabiskan bersama teman selama di asrama. Kadang aku ingin waktu sendiri, kadang aku ingin menjadi diriku sendiri, tapi tidak bisa seperti itu.
Aku termasuk seseorang yang suka menulis dan mencurahkan ide. Ada banyak ide yang terngiang di kepalaku, tapi tak semuanya bisa diungkapkan. Aku juga seseorang yang lembut, aku tidak ingin orang disekitarku terluka, aku pun mudah terluka, aku lebih suka berfikir dari pada berbicara, menari daripada bernyanyi, tersenyum dibanding tertawa, memeluk dibanding merangkul, berselca dan mempercantik diri. Dan yang paling penting, teguh pendirian.
Tapi ada banyak sekali yang terjadi. Aku lebih banyak menghabiskan waktuku dengan buku dan juga pergi sekolah saat sepi, aku lebih memilih bangun jam 3 pagi untuk mandi dan jam 9 malam untuk tidur, dan meninggalkan segala kegiatan di siang hari untuk diriku sendiri, tapi itu membuatku menjadi seseorang yang sepi, aku bisa bersosialisasi, karena aku suka tersenyum, tapi orang-orang tidak benar-benar menyadari adanya diriku, atau sebut saja tak ada orang yang benar-benar dekat denganku.
Aku sadar dengan sikapku yang terlalu fanatik terhadap apa yang aku prinsipku, aku terlalu fanatik terhadap apa yang aku lakukan. Aku terlalu bangga dengan diriku sendiri, hingga aku lupa yang lain pun punya prinsip sendiri. Akhirnya Alhamdulillah, aku menemukan teman-teman yang baik. Mereka tidak banyak menentang prinsip masing-masing, kami menyampaikan prinsip kami, kami berbeda ataupun sama, itu tak masalah, walaupun ada beberapa permasalahan, tapi yang paling penting bagi kami adalah bertahan hidup.
Meskipun kami berbeda, kami tetap bersatu, setidaknya kami berusaha bertahan hidup. Kami membangun sebuah Pyramid, yang kuat dan tak goyah, bahkan sampai sekarang, untuk mempertahankan prinsip kami masing-masing.
Tapi bukan itu intinya, selama di asrama aku bertahan hidup dengan cara yang melawan prinsipku satu persatu. Dimulai dengan melanggar aturan, karena tiap orang pasti pernah melanggar satu aturan selama dia asrama, maka aku bertahan hidup dengan melakukan itu. Lalu aku menjadi seseorang yang tidak lembut maupun feminim lagi, untuk melindungi orang di sekitarku dan untuk melindungi diri sendiri. Lalu aku juga menjadi seseorang yang lebih aktiv, untuk menampakkan diri di lingkungan, setidaknya agar mereka menerimaku.
Aku berbeda, aku tahu. Tapi aku mempelajari satu hal selama di asrama, "Kepedulian adalah salah satu kunci dakwah, melihat dari sudut pandang lain, mencoba hal baru mencoba merangkul, adalah hal yang lebih indah dan damai,"
Mengapa bisa? karena tidak akan pernah ada yang bisa menghancurkan batu kalau air tak menyentuhnya, perlahan setelah mereka percaya, akan lebih mudah bagimu untuk mengajak mereka pada kebaikan, dengan toleransi dan keteguhan hati , bukan fanatik.
Banyak yang aku pelajari, banyak yang orang-orang biasa lakukan, tapi aku harus bisa mengolah semuanya dalam otak dan pikiran tanpa keliru dalam penggunaannya. Semua informasi tersimpan dalam diriku, dan semuanya kugunakan sebagai alat berkomunikasi, sebagai senjata, atau sebagai tameng. Dimana otakku memasukkan semua informasi, hatiku menjaga keteguhannya, dan ragaku yang memilih yang terbaik.
Karena selalu ada yang harus dikorbankan, maka aku korbankan prinsipku kali ini menjadikannya prinsip baru yang membawaku pada tujuan yang sama.
Comments
Post a Comment