My Heart
Mungkin aku udah pernah cerita, bahwa aku pernah tinggal di asrama. 3 tahun aku sekolah di pesantren dimana kelas cewek dan cowok dipisah. Hidup 24 jam dengan semua cewek disekitar aku, kadang membuat aku merasa canggung berada di dekat cowok.
Teman-teman ku meskipun berbeda kelas dengan cowok, mereka tetap bisa bersosialisasi, sedangkan aku cenderung menghindari hal tersebut karena di titik itu aturan membatasi banyak hal perihal batas cowok dan cewek. Jujur aku tertarik buat mengenal mereka, teman-teman aku menceritakan banyak hal dan soal ketertarikan mereka kepada lawan jenis, tapi aku bukan tipe yang menyukai pada pandangan pertama, aku lebih nyaman apabila aku mengenal dulu sebelum mengagumi seseorang. Karena kalo boleh jujur, aku adalah tipe yang gengsi-an, bahkan untuk memuji seseorang saja, seringkali ada gejolak iri dalam diri, untuk hal itu masih aku usahakan untuk aku perbaiki.
Kembali lagi ke topik. Aku suka seseorang setelah melihat sikap dan kenyamanan orang tersebut bersamaku. Tapi ternyata, begitu masuk SMA , semuanya terasa mengagetkan, aku sekelas dengan cowok dan aku jadi merasa penasaran akan banyak hal, yaa karena selama 3 tahun aku hanya dikelilingi cewek-cewek. Aku jadi lebih kaku, berhati-hati, dan membatasi diri. Karena mungkin untuk beberapa orang yang pernah berasrama, mereka akan merasakan saat-saat kita membicarakan bagaimana pemikiran dan berbagai anggapan tentang cowok, pedahal gak semua cowok kayak gitu.
Aku berhati-hati, hingga aku ada di titik yang mulai merasakan ketertarikan, awalnya aku tidak bisa membedakannya, tapi ternyata ketertarikan yang aku rasakan bukanlah cinta atau naksir, tapi lebih cenderung ke rasa penasaran akan hal yang jarang aku temukan sebelumnya, moment-moment saat aku melihat interaksi sosial cowok-cowok (Yaa, aku suka memperhatikan interaksi-interaksi, bahkan ketika aku tidak begitu suka anak kecil, rasanya tetap menyenangkan memperhatikan interaksi mereka dengan orang tua atau siapapun *selain aku)
Hingga aku akhirnya benar-benar mengagumi seseorang, mengagumi disini masih belum di konteks romantis, tapi lebih ke kekaguman dimana aku ingin meneladani orang tersebut. Dia adalah seseorang yang awalnya aku tidak tahu pedahal kita sering ketemu tapi aku baru mengenalnya setelah beberapa bulan, aktiv tapi tidak banyak bicara, memiliki banyak cerita-cerita hebat tentang dirinya(bukan dia membanggakan diri,tapi cerita-cerita dimana ia mengalami hal-hal hebat), dan yang paling penting menghormati orang lain khususnya cewek.
Dia senantiasa menundukkan pandangan, tidak memandang cewek secara berhadapan tapi selalu mendengar dengan seksama apa yang kita katakan. Tidak banyak bicara tapi mampu memimpin.
Oke itu versi cowok, versi cewek, aku mendengar podcast dari salah satu ustadz. Ustadznya coba kalian search sendiri >_< tapi yang paling penting adalah isi podcast nya, tentang cewek di zaman Nabi Ibrahim, cewek yang gak banyak senyum, gak banyak bicara, menghormati dan mendahulukan cowok, menjaga harga dirinya dan keluarganya.
Jujur, aku sendiri masih merasa kesulitan dalam menjadi muslimah yang baik, tapi aku tahu, sikap dari cewek di zaman Nabi Ibrahim yang aku ceritakan adalah gambaran muslimah yang hebat.
Ada juga podcast tentang kita yang gak perlu khawatir tentang jodoh, kejauhan sih, tapi intinya cukup kita pasrahkan, ikhtiarkan dengan menjadi pribadi yang lebih baik dan juga memperbanyak doa. Karena Allah yang tahu skenario terbaiknya, dan kapan siapa dan dimana hanya Allah yang tahu, dan bisa dipastikan skenario Allah SWT. adalah skenario terbaik dari drakor manapun untuk kita.
Aku pengen pacaran? Kalo boleh jujur, pasti aku juga pernah kepikiran. Melihat bagaimana kita memiliki seseorang yang bisa memperhatikan dan menjaga kita. Tapi bisa jadi ia yang mengalihkan cinta kita yang harusnya hanya jadi milik Allah SWT. Dibanding takut tidak dicintai cowok, rasanya lebih menakutkan kehilangan Cinta Allah, karena tanpa Allah kita bukan apa-apa. Jadi aku lebih memilih menunggu dan berikhtiar dengan caraku, dan memfokuskan diri terlebih dahulu pada pengembangan Cinta kepada Allah SWT. hingga ketika waktunya dia datang, Allah SWT. akan tetap menjadi cinta yang abadi dan sejati yang menyertai kehidupan cintaku dengan si dia nanti.
Geli? iya kalo ngomongin cinta emang suka geli, tapi buat menguatkan diri, kita harus jujur tentang perasaan kita, jujur bahwa kita menginginkan "dia" tapi meyakinkan diri kita bahwa cinta "Dia" lebih penting, berharga, dan sejati.
Gimana pendapat kalian?
Teman-teman ku meskipun berbeda kelas dengan cowok, mereka tetap bisa bersosialisasi, sedangkan aku cenderung menghindari hal tersebut karena di titik itu aturan membatasi banyak hal perihal batas cowok dan cewek. Jujur aku tertarik buat mengenal mereka, teman-teman aku menceritakan banyak hal dan soal ketertarikan mereka kepada lawan jenis, tapi aku bukan tipe yang menyukai pada pandangan pertama, aku lebih nyaman apabila aku mengenal dulu sebelum mengagumi seseorang. Karena kalo boleh jujur, aku adalah tipe yang gengsi-an, bahkan untuk memuji seseorang saja, seringkali ada gejolak iri dalam diri, untuk hal itu masih aku usahakan untuk aku perbaiki.
Kembali lagi ke topik. Aku suka seseorang setelah melihat sikap dan kenyamanan orang tersebut bersamaku. Tapi ternyata, begitu masuk SMA , semuanya terasa mengagetkan, aku sekelas dengan cowok dan aku jadi merasa penasaran akan banyak hal, yaa karena selama 3 tahun aku hanya dikelilingi cewek-cewek. Aku jadi lebih kaku, berhati-hati, dan membatasi diri. Karena mungkin untuk beberapa orang yang pernah berasrama, mereka akan merasakan saat-saat kita membicarakan bagaimana pemikiran dan berbagai anggapan tentang cowok, pedahal gak semua cowok kayak gitu.
Aku berhati-hati, hingga aku ada di titik yang mulai merasakan ketertarikan, awalnya aku tidak bisa membedakannya, tapi ternyata ketertarikan yang aku rasakan bukanlah cinta atau naksir, tapi lebih cenderung ke rasa penasaran akan hal yang jarang aku temukan sebelumnya, moment-moment saat aku melihat interaksi sosial cowok-cowok (Yaa, aku suka memperhatikan interaksi-interaksi, bahkan ketika aku tidak begitu suka anak kecil, rasanya tetap menyenangkan memperhatikan interaksi mereka dengan orang tua atau siapapun *selain aku)
Hingga aku akhirnya benar-benar mengagumi seseorang, mengagumi disini masih belum di konteks romantis, tapi lebih ke kekaguman dimana aku ingin meneladani orang tersebut. Dia adalah seseorang yang awalnya aku tidak tahu pedahal kita sering ketemu tapi aku baru mengenalnya setelah beberapa bulan, aktiv tapi tidak banyak bicara, memiliki banyak cerita-cerita hebat tentang dirinya(bukan dia membanggakan diri,tapi cerita-cerita dimana ia mengalami hal-hal hebat), dan yang paling penting menghormati orang lain khususnya cewek.
Dia senantiasa menundukkan pandangan, tidak memandang cewek secara berhadapan tapi selalu mendengar dengan seksama apa yang kita katakan. Tidak banyak bicara tapi mampu memimpin.
Oke itu versi cowok, versi cewek, aku mendengar podcast dari salah satu ustadz. Ustadznya coba kalian search sendiri >_< tapi yang paling penting adalah isi podcast nya, tentang cewek di zaman Nabi Ibrahim, cewek yang gak banyak senyum, gak banyak bicara, menghormati dan mendahulukan cowok, menjaga harga dirinya dan keluarganya.
Jujur, aku sendiri masih merasa kesulitan dalam menjadi muslimah yang baik, tapi aku tahu, sikap dari cewek di zaman Nabi Ibrahim yang aku ceritakan adalah gambaran muslimah yang hebat.
Ada juga podcast tentang kita yang gak perlu khawatir tentang jodoh, kejauhan sih, tapi intinya cukup kita pasrahkan, ikhtiarkan dengan menjadi pribadi yang lebih baik dan juga memperbanyak doa. Karena Allah yang tahu skenario terbaiknya, dan kapan siapa dan dimana hanya Allah yang tahu, dan bisa dipastikan skenario Allah SWT. adalah skenario terbaik dari drakor manapun untuk kita.
Aku pengen pacaran? Kalo boleh jujur, pasti aku juga pernah kepikiran. Melihat bagaimana kita memiliki seseorang yang bisa memperhatikan dan menjaga kita. Tapi bisa jadi ia yang mengalihkan cinta kita yang harusnya hanya jadi milik Allah SWT. Dibanding takut tidak dicintai cowok, rasanya lebih menakutkan kehilangan Cinta Allah, karena tanpa Allah kita bukan apa-apa. Jadi aku lebih memilih menunggu dan berikhtiar dengan caraku, dan memfokuskan diri terlebih dahulu pada pengembangan Cinta kepada Allah SWT. hingga ketika waktunya dia datang, Allah SWT. akan tetap menjadi cinta yang abadi dan sejati yang menyertai kehidupan cintaku dengan si dia nanti.
Geli? iya kalo ngomongin cinta emang suka geli, tapi buat menguatkan diri, kita harus jujur tentang perasaan kita, jujur bahwa kita menginginkan "dia" tapi meyakinkan diri kita bahwa cinta "Dia" lebih penting, berharga, dan sejati.
Gimana pendapat kalian?
Comments
Post a Comment